Jakarta, 13 Mei 2025 – Industri digital terus menunjukkan kontribusi nyata terhadap penerimaan negara. Hingga Maret 2025, sektor fintech dan aset digital secara kolektif menyumbang pajak sebesar Rp35 triliun. Angka ini mencerminkan semakin terintegrasinya sektor digital dalam ekosistem ekonomi formal Indonesia.
Kontribusi terbesar berasal dari pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan. Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp27,48 triliun. Disusul pajak fintech (peer-to-peer lending) sebesar Rp3,28 triliun, pajak kripto sebesar Rp1,2 triliun, dan pajak dari transaksi pengadaan barang/jasa lewat Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) sebesar Rp2,94 triliun.
Menurut data dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), secara khusus, pajak kripto telah
menyumbang Rp1,2 triliun hingga Maret 2025. Rinciannya berasal dari Rp246,45 miliar pada tahun 2022, Rp220,83 miliar pada tahun 2023, Rp620,4 miliar sepanjang tahun 2024, dan Rp115,1 miliar selama kuartal I 2025.
Adapun penerimaan pajak kripto tersebut terdiri atas dua komponen utama, yakni Rp560,61 miliar dari PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger, dan Rp642,17 miliar dari PPN dalam negeri atas transaksi pembelian kripto di exchanger.
Menurut data internal INDODAX, kontribusi pajak dari platform ini terus menunjukkan tren positif dari tahun ke tahun. Berikut adalah data kontribusi pajak INDODAX dalam beberapatahun terakhir (Lihat tabel di bawah poto). Secara akumulatif, total kontribusi pajak INDODAX dari 2023 hingga Maret 2025 mencapai Rp463,2miliar. INDODAX menyumbang sekitar 38,6% dari total penerimaan pajak kripton asional senilai Rp1,2 triliun pada periode yang sama. Hal ini menegaskan peran INDODAX sebagai pelaku utama dalam industri perdagangan aset kripto di Indonesia.
CEO INDODAX, Oscar Darmawan, menyambut positif kontribusi kripto terhadap pajak negara yang menandakan kemajuan penting dalam upaya menjadikan aset digital sebagai bagian dari ekosistem ekonomi resmi. “Fakta bahwa industri ini telah berkontribusi lebih dari satu triliun rupiah dalam pajak menunjukkan bahwa kripto bukan lagi industri biasa,” ujar Oscar.
Menurutnya, keberhasilan tersebut tidak lepas dari sinergi antara regulator, pelaku industri, dan partisipasi aktif masyarakat yang semakin paham terhadap potensi aset digital. Di sisi pasar, harga Bitcoin telah kembali menyentuh level US$100.000. Ini menjadi salah satu sinyal baik, setelah sebelumnya mengalami tekanan akibat ketidakpastian makroekonomi global.
Peningkatan harga ini terjadi setelah keputusan Federal Open Market Committee (FOMC) yang mempertahankan suku bunga The Fed di level 4.5%. Pasar kripto, yang dikenal responsif terhadap kebijakan moneter global, menunjukkan pergerakan positif sebagai respons terhadap keputusan tersebut, mencerminkan sentimen pelaku pasar yang optimistis terhadap stabilitas suku bunga dalam waktu dekat.
Oscar menilai bahwa pergerakan harga Bitcoin saat ini bukan sekadar spekulasi, melainkan refleksi dari kepercayaan pasar terhadap nilai jangka panjang teknologi blockchain dan aset digital. “Kenaikan kembali harga Bitcoin yang menyentuh US$100.000 adalah hasil dari akumulasi sentimen positif dan faktor fundamental yang menguat,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa para investor tidak seharusnya terbawa euforia sesaat. Yang terpenting adalah memahami karakteristik aset dan menggunakan strategi jangka panjang seperti Dollar Cost Averaging (DCA) untuk membangun portofolio secara berkelanjutan.
Namun, Oscar mengingatkan bahwa volatilitas tetap menjadi bagian dari dinamika pasar kripto.
Oleh karena itu, penting bagi investor pemula untuk memahami risiko, membaca
whitepaper project, dan hanya membeli aset dari exchanger yang terdaftar resmi di OJK.
Oscar juga mendorong pemerintah agar menjadikan capaian pajak ini sebagai pijakan untuk membentuk kebijakan yang lebih adaptif dan mendukung pertumbuhan industri.
Menurutnya, regulasi yang sehat adalah yang tidak mengekang inovasi, namun tetap menjamin Perlindungan konsumen. “Saat industri sudah patuh membayar pajak dan menjalankan kewajiban KYC serta AML dengan baik, maka pemerintah juga perlu memberikan ruang inovasi dan mendorong
kolaborasi lintas sektor,” tegasnya.
Ia percaya bahwa Indonesia memiliki potensi besar menjadi pusat inovasi kripto dan blockchain di Asia Tenggara dengan dukungan demografi muda, penetrasi internet tinggi, dan komunitas pengembang yang aktif .***